Ketiga, seorang pemimpin yang berwawasan kewirausahaan dituntut harus bisa menjadi problem solver (pemecah masalah). Ia musti bisa menjadi pemecah masalah terutama bagi diri sendiri dan karyawannya. Ini merupakan konsekuensi logis sebagai seorang pemimpin. Lantaran mau tidak mau, suka tidak suka, ia harus berani mengambil langkah di saat dibutuhkan kecepatan menentukan keputusan.
Karena posisinya sebagai problem solver, seorang pemimpin dituntut benar-benar harus memiliki daya analisis yg tinggi. Sehingga keputusan yang diambilnya sudah dipertimbangkan secara matang. Ia akan menggali nilai-nilai obyektif dalam mengambil keputusan dan menyingkirkan jauh-jauh hal-hal yang bersifat subyektif.
Di era perkembangan IT yang begitu pesat sekali bergerak ini untuk menjadi seorang pemimpin yang berkualitas tidaklah mudah. Ia dituntut menjadi manusia pembelajar. Manusia yang mampu terus-menerus mengelaborasi diri pribadinya. Ia harus senantiasa positive thinking dan open mind. Terlebih terhadap masukan dan kritik dari anggota tim kerjanya.
Seorang pemimpin memandang hadirnya kritik bukan sebagai ancaman. Ia tidak boleh merasa sakit hati, marah apalagi dendam terhadap orang-orang yang memberi masukan. Bahkan ia pun tidak merasa dijatuhkan apabila dikritik atau diberi saran. Ia justru patut bersyukur karena ada pihak yang memperhatikan dan berani menyampaikan upaya-upaya perbaikan.
Keempat, seorang pemimpin berkualitas wajib mampu menjadi penyelaras. Di jaman kompetisi yang begini hebat, seorang pemimpin harus bisa menjadi penyelaras atas jalannya sistem dan struktur organisasi serta pelaksanaannya nyambung dengan visi yang sudah ditetapkan di perusahaan.
Pemimpin musti menjadi jembatan yang baik bagi target inti perusahaan, target jangka pendek, jangka menengah hingga nilai inti institusi. Ia harus mampu menjadi alat bantu mensosialisasikan maksud dan tujuan perusahaan didirikan, baik secara ideal maupun komersial.
Sebagai penyelaras, seorang pemimpin yang baik tidak akan bekerja sendirian dalam mencapai tujuannya. Ia tidak menganggap dirinya mampu menyelesaikan segala sesuatu sendirian. Ia menempatkan keterlibatan anggota timnya pada posisi lebih penting ketimbang kepentingannya sendiri. Sehingga ia akan sangat menghargai peran serta orang lain, sekecil apapun peran itu. Ini juga merupakan strategi dalam manajemen kepemimpinan yaitu melibatkan orang lain dalam mencapai tujuan tanpa harus meninggalkan etika dan aturan main yg berlaku.
Kelima, seorang pemimpin harus menjadi pemberdaya sumber tenaga manusia disekitarnya. Ia dituntut untuk senantiasa menghantarkan orang lain, terutama setiap anggota timnya mencapai potensinya. Ia mengakui, menghormati, dan mengarahkan benih potensi yang dimiliki karyawannya. Ia akan memperlakukan anggota tim kerjanya sebagai pribadi yang dewasa demi pencapaian potensi diri pribadi yang dipimpinnya.
- iLik sAs, tulisan saya ini pernah dimuat berseri di Harian Suara Merdeka -
No comments:
Post a Comment