“Pada akhirnya, bukan matamu yang memutuskan”
Beberapa waktu silam Saya tersentuh dengan selarik teks yang tertera di kaki sebuah majalah ibukota terbitan akhir tahun 2003. Entah kebetulan atau tidak minggu lalu saat memandu kelas mentoring bisnis ada sharing cerita yang cukup menarik dari seorang kawan peserta kelas.
Menurutnya, sekian tahun menekuni bisnis ia telah bergabung di banyak komunitas dan belajar pada mentor-mentor top. Bukan kesuksesan yang di dapat, namun seolah ia justru merasa di ‘jelomprongke’ (jerumuskan).
Singkatnya setelah berdiskusi panjang lebar, saya memperoleh kesimpulan bahwa kawan satu ini, sebut saja Si Ali belajar dari apa yang dia lihat, apa yang diajarkan orang lain. “Ketika bertemu dengan salah satu mentor yang menurut pandangan saya hebat dan populer, saya kian terbakar! Ia menyarankan dalam berbisnis itu orang harus berani ambil resiko. Kenapa harus takut hutang? Bahkan ia kerap mengatakan; Kalau saat ini jadi karyawan, hari ini juga keluar dan membuat usaha!” begitu papar Si Ali. Nah, musti bagaimanakah?
Saya jadi ingat pepatah kuno yang tertera diatas tadi. Pada akhirnya, bukan mata kita yang memutuskan. Kita kerap terpengaruh tampilan fisik dan informasi dari luar. Benarkah apa yang disampaikan orang lain senantiasa sesuai dengan keadaan kita? Di kelas mentoring kerap saya sharingkan, peran mentor bisnis cukup penting dalam pendamping ketika memulai usaha. Namun yang paling penting justru inner mentor, mentor atau guru yang datang dari dalam. Bimbingan intuitif yang datang dari dalam diri setiap pelaku bisnisnya sendiri.
Tentu saja pada waktu-waktu tertentu sangat baik belajar dari sumber dari luar. Cerita-cerita sukses dan inspiratif para mentor tentu di butuhkan untuk menggugah keberanian memasuki ranah wirausaha. Karena para mentor itu bisa menjadi benchmarking (cermin) untuk kita. Namun sekali lagi, semua keputusan bisnis ada di tangan kita sendiri. Dan bimbingan terbaik adalah dari dalam diri sendiri.
Masalahnya banyak orang yang seumur hidup tidak pernah menemukan inner mentor. Kenapa? Karena membiarkan dirinya selamanya tergantung kepada guru dari luar, tergantung pada mentor dari luar. Pada saatnya setiap pelaku usaha harus berani memutuskan ini. Tempuh perjalanan untuk menemukan tempat terbaik bertemu ‘suara-suara’ dari dalam yang akan senantiasa menjadi mentor paling setia.
Lantas bagaimanakah caranya menemukan inner mentor itu?
Kendaraan terbaik adalah selalu rajin merefleksi. Dengan rajin berefleksi terutama mempelajari catatan sejarah hidup, kita akan menemukan sebuah pola. Rasakan dan resapi, dalam hidup kita selalu ada pola yang sama, ada pathern. Suatu keadaan psikologis yang sama selalu mengikuti di setiap peristiwa.
Cara mengenali pola ini adalah dengan menandai titik-titik ekstrim di mana kita pernah gagal, di mana kita mengalami keberhasilan. Senantiasalah berdialog dengan diri-sendiri, kenapa berhasil waktu itu dan kenapa gagal. Pasti ada hal-hal yang menjadi benang merah yang menyatukan titik-titik ekstrim tadi. Nah, semakin banyak titik-titik ekstrim yang kita tandai, kita akan temukan elemen-elemen yang muncul di titik ekstrim itu.
Konsentrasikan pada satu elemen yang hampir muncul di semua titik ekstrim ketika kita mengalami keberhasilan. Konsentrasikan, eksplorasi, ekspresikan pada elemen itu. Apakah itu elemen ketekunan, kegigihan, kreativitas, kejujuran, kesabaran dll hanya kita sendiri yang tahu. Berpeganglah pada inner mentor, karenanya kita akan menjadi insan pembelajar yang lebih peka. Dan setiap waktu kita akan bersanding dengan inner mentor, di semua tempat, di semua situasi.
Bukankah jika kita hanya tergantung pada guru luar, kita akan sensitif kalau gurunya ada saja?
- iLik sAs, Kordinator Relawan JRU -
Tulisan ini pernah dimuat di Suara Merdeka
No comments:
Post a Comment