Jangan sekalipun remehkan hobi. Terbukti banyak para entrepereneur sukses berawal dari hobi, dari hobi memasak, membuat kerajinan, menulis, hingga memelihara binatang. Kenapa tidak mengembangkannya menjadi bisnis yang menguntungkan?
Hobi boleh dibilang sebagai sebuah pemenuhan kebutuhan batiniah untuk melepaskan diri dari kejenuhan karena rutinitas keseharian. Karena sifatnya itulah, yang berlaku dalam soal hobi adalah kesenangan yang tak terhingga. Dan ketika hobi diboyong ke dalam wilayah bisnis, kerapkali berhasil dengan baik.
Komunikasikan Bisnis Anda
Di era kompetisi yang begini hebat ini seorang entrepreneur dituntut untuk terus mau bergerak dan berubah sesuai dengan perkembangan yang ada. Begitu pun ketika kita bertekad menjadi pebisnis dengan spesifikasi barang atau jasa tertentu. Sudah pasti kita bertekad untuk menempatkan diri kita terdepan, dengan totalitasnya, termasuk kelebihan dan kekurangan kita.
Pemimpin Bermental Kewirausahaan (Bagian 2)
Ketiga, seorang pemimpin yang berwawasan kewirausahaan dituntut harus bisa menjadi problem solver (pemecah masalah). Ia musti bisa menjadi pemecah masalah terutama bagi diri sendiri dan karyawannya. Ini merupakan konsekuensi logis sebagai seorang pemimpin. Lantaran mau tidak mau, suka tidak suka, ia harus berani mengambil langkah di saat dibutuhkan kecepatan menentukan keputusan.
Pemimpin Bermental Kewirausahaan (Bagian 1)
Paradigma bisnis terus bergeser, mengikuti jaman yang kian berkembang. Jika abad ke-20 bisnis lebih terkesan stabil dan mudah diprediksi, namun di abad ke-21 ini usaha cenderung susah di perkirakan. Kehebatan bisnis tidak lagi semata-mata didasarkan pada ukuran dan skala perusahaan, tapi lebih pada responsibilitas dan kecepatan bergeraknya.
Merangsang Otak Kanan (2)
Mengarungi ranah bisnis di era hyper-competition seperti sekarang ini kecanggihan berpikir secara logika dan rasional ada kalanya kurang efektif ketika mengatasi hambatan di dunia kewirausahaan. Untuk itu diperlukan juga kecerdasan otak kanan (wawasan intuitif) guna mengatasi kendala yang menghadang.
Merangsang Otak Kanan (1)
Kelengkapan pengetahuan kewirausahaan di masa kini terus mengalami perkembangan. Untuk menjadi enterpreneur, seseorang tidak cukup hanya didasarkan pada bekal kemampuan logika dan rasional (kecerdasan otak kiri) saja. Kini untuk mampu mengarungi bisnis kecerdasan otak kanan juga musti optimal. Otak kanan?
Munculnya Ide Bisnis
Percayakah jika ide bisnis itu nilainya mahal sekali, bahkan unlimited? Kalaupun terpaksa harus muncul angka nominal tertentu untuk harga sebuah ide lebih karena kepentingan praktis, karena transaksi atas ide tersebut harus berlangsung. Sejatinya ide orisinal yang muncul di bisnis itu susah diukur nilainya. Ia bergerak memberi pengaruh terhadap banyak hal, menciptakan banyak situasi dan kondisi baru.
Inner Mentor
“Pada akhirnya, bukan matamu yang memutuskan”
Beberapa waktu silam Saya tersentuh dengan selarik teks yang tertera di kaki sebuah majalah ibukota terbitan akhir tahun 2003. Entah kebetulan atau tidak minggu lalu saat memandu kelas mentoring bisnis ada sharing cerita yang cukup menarik dari seorang kawan peserta kelas.
Menurutnya, sekian tahun menekuni bisnis ia telah bergabung di banyak komunitas dan belajar pada mentor-mentor top. Bukan kesuksesan yang di dapat, namun seolah ia justru merasa di ‘jelomprongke’ (jerumuskan).
Singkatnya setelah berdiskusi panjang lebar, saya memperoleh kesimpulan bahwa kawan satu ini, sebut saja Si Ali belajar dari apa yang dia lihat, apa yang diajarkan orang lain. “Ketika bertemu dengan salah satu mentor yang menurut pandangan saya hebat dan populer, saya kian terbakar! Ia menyarankan dalam berbisnis itu orang harus berani ambil resiko. Kenapa harus takut hutang? Bahkan ia kerap mengatakan; Kalau saat ini jadi karyawan, hari ini juga keluar dan membuat usaha!” begitu papar Si Ali. Nah, musti bagaimanakah?
Saya jadi ingat pepatah kuno yang tertera diatas tadi. Pada akhirnya, bukan mata kita yang memutuskan. Kita kerap terpengaruh tampilan fisik dan informasi dari luar. Benarkah apa yang disampaikan orang lain senantiasa sesuai dengan keadaan kita? Di kelas mentoring kerap saya sharingkan, peran mentor bisnis cukup penting dalam pendamping ketika memulai usaha. Namun yang paling penting justru inner mentor, mentor atau guru yang datang dari dalam. Bimbingan intuitif yang datang dari dalam diri setiap pelaku bisnisnya sendiri.
Tentu saja pada waktu-waktu tertentu sangat baik belajar dari sumber dari luar. Cerita-cerita sukses dan inspiratif para mentor tentu di butuhkan untuk menggugah keberanian memasuki ranah wirausaha. Karena para mentor itu bisa menjadi benchmarking (cermin) untuk kita. Namun sekali lagi, semua keputusan bisnis ada di tangan kita sendiri. Dan bimbingan terbaik adalah dari dalam diri sendiri.
Masalahnya banyak orang yang seumur hidup tidak pernah menemukan inner mentor. Kenapa? Karena membiarkan dirinya selamanya tergantung kepada guru dari luar, tergantung pada mentor dari luar. Pada saatnya setiap pelaku usaha harus berani memutuskan ini. Tempuh perjalanan untuk menemukan tempat terbaik bertemu ‘suara-suara’ dari dalam yang akan senantiasa menjadi mentor paling setia.
Lantas bagaimanakah caranya menemukan inner mentor itu?
Kendaraan terbaik adalah selalu rajin merefleksi. Dengan rajin berefleksi terutama mempelajari catatan sejarah hidup, kita akan menemukan sebuah pola. Rasakan dan resapi, dalam hidup kita selalu ada pola yang sama, ada pathern. Suatu keadaan psikologis yang sama selalu mengikuti di setiap peristiwa.
Cara mengenali pola ini adalah dengan menandai titik-titik ekstrim di mana kita pernah gagal, di mana kita mengalami keberhasilan. Senantiasalah berdialog dengan diri-sendiri, kenapa berhasil waktu itu dan kenapa gagal. Pasti ada hal-hal yang menjadi benang merah yang menyatukan titik-titik ekstrim tadi. Nah, semakin banyak titik-titik ekstrim yang kita tandai, kita akan temukan elemen-elemen yang muncul di titik ekstrim itu.
Konsentrasikan pada satu elemen yang hampir muncul di semua titik ekstrim ketika kita mengalami keberhasilan. Konsentrasikan, eksplorasi, ekspresikan pada elemen itu. Apakah itu elemen ketekunan, kegigihan, kreativitas, kejujuran, kesabaran dll hanya kita sendiri yang tahu. Berpeganglah pada inner mentor, karenanya kita akan menjadi insan pembelajar yang lebih peka. Dan setiap waktu kita akan bersanding dengan inner mentor, di semua tempat, di semua situasi.
Bukankah jika kita hanya tergantung pada guru luar, kita akan sensitif kalau gurunya ada saja?
- iLik sAs, Kordinator Relawan JRU -
Tulisan ini pernah dimuat di Suara Merdeka
Beberapa waktu silam Saya tersentuh dengan selarik teks yang tertera di kaki sebuah majalah ibukota terbitan akhir tahun 2003. Entah kebetulan atau tidak minggu lalu saat memandu kelas mentoring bisnis ada sharing cerita yang cukup menarik dari seorang kawan peserta kelas.
Menurutnya, sekian tahun menekuni bisnis ia telah bergabung di banyak komunitas dan belajar pada mentor-mentor top. Bukan kesuksesan yang di dapat, namun seolah ia justru merasa di ‘jelomprongke’ (jerumuskan).
Singkatnya setelah berdiskusi panjang lebar, saya memperoleh kesimpulan bahwa kawan satu ini, sebut saja Si Ali belajar dari apa yang dia lihat, apa yang diajarkan orang lain. “Ketika bertemu dengan salah satu mentor yang menurut pandangan saya hebat dan populer, saya kian terbakar! Ia menyarankan dalam berbisnis itu orang harus berani ambil resiko. Kenapa harus takut hutang? Bahkan ia kerap mengatakan; Kalau saat ini jadi karyawan, hari ini juga keluar dan membuat usaha!” begitu papar Si Ali. Nah, musti bagaimanakah?
Saya jadi ingat pepatah kuno yang tertera diatas tadi. Pada akhirnya, bukan mata kita yang memutuskan. Kita kerap terpengaruh tampilan fisik dan informasi dari luar. Benarkah apa yang disampaikan orang lain senantiasa sesuai dengan keadaan kita? Di kelas mentoring kerap saya sharingkan, peran mentor bisnis cukup penting dalam pendamping ketika memulai usaha. Namun yang paling penting justru inner mentor, mentor atau guru yang datang dari dalam. Bimbingan intuitif yang datang dari dalam diri setiap pelaku bisnisnya sendiri.
Tentu saja pada waktu-waktu tertentu sangat baik belajar dari sumber dari luar. Cerita-cerita sukses dan inspiratif para mentor tentu di butuhkan untuk menggugah keberanian memasuki ranah wirausaha. Karena para mentor itu bisa menjadi benchmarking (cermin) untuk kita. Namun sekali lagi, semua keputusan bisnis ada di tangan kita sendiri. Dan bimbingan terbaik adalah dari dalam diri sendiri.
Masalahnya banyak orang yang seumur hidup tidak pernah menemukan inner mentor. Kenapa? Karena membiarkan dirinya selamanya tergantung kepada guru dari luar, tergantung pada mentor dari luar. Pada saatnya setiap pelaku usaha harus berani memutuskan ini. Tempuh perjalanan untuk menemukan tempat terbaik bertemu ‘suara-suara’ dari dalam yang akan senantiasa menjadi mentor paling setia.
Lantas bagaimanakah caranya menemukan inner mentor itu?
Kendaraan terbaik adalah selalu rajin merefleksi. Dengan rajin berefleksi terutama mempelajari catatan sejarah hidup, kita akan menemukan sebuah pola. Rasakan dan resapi, dalam hidup kita selalu ada pola yang sama, ada pathern. Suatu keadaan psikologis yang sama selalu mengikuti di setiap peristiwa.
Cara mengenali pola ini adalah dengan menandai titik-titik ekstrim di mana kita pernah gagal, di mana kita mengalami keberhasilan. Senantiasalah berdialog dengan diri-sendiri, kenapa berhasil waktu itu dan kenapa gagal. Pasti ada hal-hal yang menjadi benang merah yang menyatukan titik-titik ekstrim tadi. Nah, semakin banyak titik-titik ekstrim yang kita tandai, kita akan temukan elemen-elemen yang muncul di titik ekstrim itu.
Konsentrasikan pada satu elemen yang hampir muncul di semua titik ekstrim ketika kita mengalami keberhasilan. Konsentrasikan, eksplorasi, ekspresikan pada elemen itu. Apakah itu elemen ketekunan, kegigihan, kreativitas, kejujuran, kesabaran dll hanya kita sendiri yang tahu. Berpeganglah pada inner mentor, karenanya kita akan menjadi insan pembelajar yang lebih peka. Dan setiap waktu kita akan bersanding dengan inner mentor, di semua tempat, di semua situasi.
Bukankah jika kita hanya tergantung pada guru luar, kita akan sensitif kalau gurunya ada saja?
- iLik sAs, Kordinator Relawan JRU -
Tulisan ini pernah dimuat di Suara Merdeka
Mengunggah Rasa Percaya Diri
Di ruang seminar yang saya isi, suatu saat saya pernah ditanya mengenai keberanian seorang new-comer pelaku bisnis. Si penanya tadi mengatakan, “Kenapa ‘titik api’ keberanian saya tidak kunjung menyala untuk memulai usaha?” tanyanya.
Subscribe to:
Posts (Atom)